Nonton Filmnya KOK YANG ITU-ITU LAGI..?
"Barney lagi Barney lagi.... Kok enggak bosan nonton film yang itu-itu saja?"
Mungkin Anda pun mengalaminya, si batita bukan hanya minta diputarkan film yang itu-itu lagi, tapi juga minta didongengkan cerita yang sama setiap malam atau diputarkan kaset lagu favoritnya berulang-ulang. Bosan? Ya, bagi kita memang membosankan bila harus mengulang-ulang cerita yang sama, tapi tak demikian halnya dengan si batita. Justru hal itu adalah momen paling menyenangkan.
Ketahuilah, kemampuan memahami dan menangkap bahasa pada batita masih terbatas. Saat cerita dibacakan, dia membutuhkan konsentrasi penuh untuk memahami setiap kata yang diucapkan. Apalagi untuk memahami jalan cerita, karakter cerita yang ada, dan lain-lain. Saat dibacakan, ada seekor gajah, dia mungkin akan menerka-nerka, seperti apakah rupa gajah itu, seberapa besar, dan lain-lain. Karena itu, pengulangan diperlukan untuk lebih memahami cerita.
Semakin sering cerita dibaca, semakin mengertilah dia. Saat orangtua jenuh, anak justru bangga karena sudah bisa menghafal jalan cerita. Bila diibaratkan, adakah orang yang langsung memahami rumus matematika? Tentu tidak! Seseorang kadang harus mendapat pengulangan berkali-kali lewat teori dan latihan untuk memahaminya.
Apalagi, memori anak belum berkembang dengan baik. Orangtua mungkin saja mengatakan, film ini sudah ditonton berkali-kali, tapi anak tidak demikian. Kemampuan memori jangka pendek dan panjang anak belum optimal. Tak heran, anak kadang lupa yang telah dikerjakannya kemarin. Sehingga, hal yang diulang-ulang seperti hal yang baru lagi baginya.
Selain itu, batita juga umumnya menolak perubahan. Segala hal yang baru kadang membuatnya rewel. Dia lebih menikmati sesuatu yang sudah diketahuinya. Sebab lain, penguasaan batita terhadap jalan cerita atau film, membuatnya bisa lebih aktif dan responsif. Anak bisa menebak apa yang akan terjadi, atau lebih merespons setiap kejadian.
LEBIH BERPARTISIPASI
Jadi, pengulangan adalah proses belajar anak. Orangtua harus bisa menikmati pengulangan itu demi anak. Agar tak membosankan, sebaiknya orangtua lebih aktif. Misal, saat membacakan cerita, cobalah gaya yang baru. Dengan demikian, anak belajar hal baru dari cerita yang sama.
Selain itu, minta anak untuk lebih berpartisipasi dalam segala aktivitas. Saat menonton film yang sama, cobalah tanyakan kejadian yang sedang atau akan terjadi. Misal, ke mana kancil berlari? Atau, ajak menirukan bagaimana tokoh dalam film itu marah, sedih, dan lain-lain. Atau, tunjukkan hal-hal lain yang belum dilihat atau didengar anak, seperti ada seekor burung di atas kepala si tokoh, menirukan suara gajah, dan sebagainya. Semua itu akan membuatnya senang.
Apalagi kalau dia bisa menjawab atau mengikuti arahan orangtua. Kebanggaan tersendiri jika ia mampu menunjukkan kemampuannya. Itu juga akan membuat kecerdasan lainnya berkembang, seperti kecerdasan gerak, imajinasi, dan lain-lain.
Kelak, perilaku anak yang gemar mengulang-ulang sesuatu itu, lambat-laun akan menghilang. Kapan tepatnya? Anak sendirilah yang tahu, kapan cerita yang diulang-ulang itu mesti dihentikan. Bukan tak mungkin anak akan beralih ke lagu, dongeng, atau film lain yang berbeda. Bahkan, dia akan menolak mentah-mentah jika lagu yang sama diputar kembali, cerita yang sama dibacakan lagi.
KENALKAN BERTAHAP
Kendati demikian, orangtua tetap perlu mengenalkan hal baru kepada anak. Baik mainan, musik, dongeng, film, atau apa pun yang disukai anak. Saat anak menggandrungi sebuah cerita, misal, orangtua bisa memperkenalkan cerita baru yang tak kalah menarik.
Lakukan secara perlahan dan hindari pemaksaan. Agar anak lebih bisa menerima, pilihlah dongeng dengan tokoh cerita yang sama tapi jalan ceritanya berbeda. Umpama, tokoh utamanya tetap kancil tapi kali ini ceritanya bukan mencari mentimun, melainkan menolong anak gajah yang tersesat. Perubahan yang tidak terlalu drastis membuat anak lebih mudah beradaptasi.
Demikian juga bila anak sudah gandrung dengan lagu tertentu, orangtua jangan menyerah atau justru senang karena tak perlu membelikan kaset baru. Cobalah beli CD atau kaset baru dengan lirik dan melodi menarik. Usahakan juga dalam kaset itu masih ada lagu-lagu favorit yang disukainya. Tak perlu berharap anak langsung menyukai CD baru itu. Saat anak meminta diputarkan lagu favoritnya, turuti saja. Seiring dengan waktu, ia akan mengenal dan menyukai lagu barunya. Dendangkan bersama-sama lagu yang berkumandang agar anak lebih mudah mengenal liriknya.
Ajak anak ke lingkungan yang terdapat musik, film, atau dongeng baru, seperti toko kaset, toko buku, atau perpustakaan. Di tempat itu, minta anak untuk memilih kaset/film/lagu baru. Demikian juga saat orangtua hendak memberikan hadiah buat anak, bisa berupa buku cerita atau film baru.
Ketahuilah, di usia ini otak anak berkembang dengan pesat. Masa ini adalah masa tepat memperkenalkan hal-hal baru kepada anak. Itu bisa dilakukan lewat film, musik, dongeng, mainan, dan sebagainya. Jadi, banyak-banyaklah memperkenalkan si kecil kepada hal-hal baru secara bertahap tanpa memaksanya meninggalkan kebiasaan mengulang-ulang sesuatu.
Narasumber:
Yunita P. Sakul, Psi.,
dari Essa Consulting Group
Mungkin Anda pun mengalaminya, si batita bukan hanya minta diputarkan film yang itu-itu lagi, tapi juga minta didongengkan cerita yang sama setiap malam atau diputarkan kaset lagu favoritnya berulang-ulang. Bosan? Ya, bagi kita memang membosankan bila harus mengulang-ulang cerita yang sama, tapi tak demikian halnya dengan si batita. Justru hal itu adalah momen paling menyenangkan.
Ketahuilah, kemampuan memahami dan menangkap bahasa pada batita masih terbatas. Saat cerita dibacakan, dia membutuhkan konsentrasi penuh untuk memahami setiap kata yang diucapkan. Apalagi untuk memahami jalan cerita, karakter cerita yang ada, dan lain-lain. Saat dibacakan, ada seekor gajah, dia mungkin akan menerka-nerka, seperti apakah rupa gajah itu, seberapa besar, dan lain-lain. Karena itu, pengulangan diperlukan untuk lebih memahami cerita.
Semakin sering cerita dibaca, semakin mengertilah dia. Saat orangtua jenuh, anak justru bangga karena sudah bisa menghafal jalan cerita. Bila diibaratkan, adakah orang yang langsung memahami rumus matematika? Tentu tidak! Seseorang kadang harus mendapat pengulangan berkali-kali lewat teori dan latihan untuk memahaminya.
Apalagi, memori anak belum berkembang dengan baik. Orangtua mungkin saja mengatakan, film ini sudah ditonton berkali-kali, tapi anak tidak demikian. Kemampuan memori jangka pendek dan panjang anak belum optimal. Tak heran, anak kadang lupa yang telah dikerjakannya kemarin. Sehingga, hal yang diulang-ulang seperti hal yang baru lagi baginya.
Selain itu, batita juga umumnya menolak perubahan. Segala hal yang baru kadang membuatnya rewel. Dia lebih menikmati sesuatu yang sudah diketahuinya. Sebab lain, penguasaan batita terhadap jalan cerita atau film, membuatnya bisa lebih aktif dan responsif. Anak bisa menebak apa yang akan terjadi, atau lebih merespons setiap kejadian.
LEBIH BERPARTISIPASI
Jadi, pengulangan adalah proses belajar anak. Orangtua harus bisa menikmati pengulangan itu demi anak. Agar tak membosankan, sebaiknya orangtua lebih aktif. Misal, saat membacakan cerita, cobalah gaya yang baru. Dengan demikian, anak belajar hal baru dari cerita yang sama.
Selain itu, minta anak untuk lebih berpartisipasi dalam segala aktivitas. Saat menonton film yang sama, cobalah tanyakan kejadian yang sedang atau akan terjadi. Misal, ke mana kancil berlari? Atau, ajak menirukan bagaimana tokoh dalam film itu marah, sedih, dan lain-lain. Atau, tunjukkan hal-hal lain yang belum dilihat atau didengar anak, seperti ada seekor burung di atas kepala si tokoh, menirukan suara gajah, dan sebagainya. Semua itu akan membuatnya senang.
Apalagi kalau dia bisa menjawab atau mengikuti arahan orangtua. Kebanggaan tersendiri jika ia mampu menunjukkan kemampuannya. Itu juga akan membuat kecerdasan lainnya berkembang, seperti kecerdasan gerak, imajinasi, dan lain-lain.
Kelak, perilaku anak yang gemar mengulang-ulang sesuatu itu, lambat-laun akan menghilang. Kapan tepatnya? Anak sendirilah yang tahu, kapan cerita yang diulang-ulang itu mesti dihentikan. Bukan tak mungkin anak akan beralih ke lagu, dongeng, atau film lain yang berbeda. Bahkan, dia akan menolak mentah-mentah jika lagu yang sama diputar kembali, cerita yang sama dibacakan lagi.
KENALKAN BERTAHAP
Kendati demikian, orangtua tetap perlu mengenalkan hal baru kepada anak. Baik mainan, musik, dongeng, film, atau apa pun yang disukai anak. Saat anak menggandrungi sebuah cerita, misal, orangtua bisa memperkenalkan cerita baru yang tak kalah menarik.
Lakukan secara perlahan dan hindari pemaksaan. Agar anak lebih bisa menerima, pilihlah dongeng dengan tokoh cerita yang sama tapi jalan ceritanya berbeda. Umpama, tokoh utamanya tetap kancil tapi kali ini ceritanya bukan mencari mentimun, melainkan menolong anak gajah yang tersesat. Perubahan yang tidak terlalu drastis membuat anak lebih mudah beradaptasi.
Demikian juga bila anak sudah gandrung dengan lagu tertentu, orangtua jangan menyerah atau justru senang karena tak perlu membelikan kaset baru. Cobalah beli CD atau kaset baru dengan lirik dan melodi menarik. Usahakan juga dalam kaset itu masih ada lagu-lagu favorit yang disukainya. Tak perlu berharap anak langsung menyukai CD baru itu. Saat anak meminta diputarkan lagu favoritnya, turuti saja. Seiring dengan waktu, ia akan mengenal dan menyukai lagu barunya. Dendangkan bersama-sama lagu yang berkumandang agar anak lebih mudah mengenal liriknya.
Ajak anak ke lingkungan yang terdapat musik, film, atau dongeng baru, seperti toko kaset, toko buku, atau perpustakaan. Di tempat itu, minta anak untuk memilih kaset/film/lagu baru. Demikian juga saat orangtua hendak memberikan hadiah buat anak, bisa berupa buku cerita atau film baru.
Ketahuilah, di usia ini otak anak berkembang dengan pesat. Masa ini adalah masa tepat memperkenalkan hal-hal baru kepada anak. Itu bisa dilakukan lewat film, musik, dongeng, mainan, dan sebagainya. Jadi, banyak-banyaklah memperkenalkan si kecil kepada hal-hal baru secara bertahap tanpa memaksanya meninggalkan kebiasaan mengulang-ulang sesuatu.
Narasumber:
Yunita P. Sakul, Psi.,
dari Essa Consulting Group
0 komentar:
Post a Comment