Apa Yang Anda Dapatkan

informasi tentang masa-masa kehamilan anda, perkemabangan janin dalam tubuh anda. tumbuh kembang buah hati anda hingga berusia 3 tahun. hal-hal apa saja yang perlu anda perhatikan bagi anak anda. 3 tahun pertama kehiupan mereka akan menjadi masa-masa kritis yang menentukan masa depan mereka kelak.

Saya, Elka Anastasia

adalah seorang ibu dengan 3 putra berusia balita semua, ingin berbagi tentang masa kehamilan dan mengasuh ketiga 'jagoan' kecil saya. baik pengalaman pribadi maupun referensi yang saya dapatkan dari masa tumbuh kebang para 'jagoanku' di 3 tahun pertama kehidupan mereka. Semoga bermanfaat...

Benarkah Bayiku Terlambat Bicara?


Kebanggaan terbesar seorang bunda adalah ketika ia yakin akan kepintaran dan kecerdasan anak-anaknya. Sering kita dengar ibu yang bangga bercerita kepada teman-temannya tentang, “Aku seneng banget, deh. Hari ini Rafi udah bisa bilang Mama sama aku,” atau “Farrel udah mulai ngoceh lho tadi malem. Cerewet sekali dia.”

Sebaliknya, seorang bunda juga akan sedih dan cemas ketika ia mendengarkan pengalaman buah hati teman-temannya, dan terkejut karena anaknya sendiri belum bisa melakukan apa yang sepertinya sudah biasa dilakukan seorang bayi berusia tertentu. Tentu saja, ia akan khawatir dan berpikir, apa ada yang salah pada bayiku? Misalnya, bila ia melihat bahwa anaknya belum mampu berbicara, maka ia akan bertanya-tanya, apa bayiku terlambat bicara, ya? Umur berapa sih sebenarnya bayi sudah bisa berkomunikasi?

Pertanyaan tentang umur berapa bayi dibilang terlambat bicara, jawabnya bukan sesuatu yang bisa dibahas begitu. Menurut dr. I G. Ayu Partiwi Surjadi, SpA, MARS, bicara merupakan suatu tahap perkembangan yang sebenarnya telah dimulai sejak masa bayi. “Tapi nggak bisa dibilang bila bayi usia 12 bulan dibilang telat karena belum bisa bicara, atau semacamnya, karena setiap bayi ada perkembangannya sendiri-sendiri. Sekarang ini, para ahli tidak menetapkan kemampuan bicara lewat umur yang pasti, namun bisa dilihat dari perkembangannya.”

Dr. Tiwi setuju bahwa tahap bicara mesti diperhatikan sedini mungkin, karena dapat dijadikan parameter ada atau tidaknya gangguan perkembangan pada seorang anak. Kendati demikian, tahap-tahap perkembangan lain seperti motor kasar-halus, sosialisasi/interaksi juga mempunyai peranan penting dalam menentukan optimal atau tidaknya perkembangan anak.

Benarkah Bayiku Terlambat Bicara? (Cara Bunda Bicara Lebih Menentukan)

Kecemasan para ibu tentang kemampuan berbahasa atau berkomunikasi buah hatinya memang beralasan. Maka itu, tidak heran kalau selama bulan-bulan pertama, banyak bunda yng bertanya-tanya dalam hatinya, seberapa banyak sih komunikasi atau ucapan Anda yang bisa ditangkap bayi? Betulkah bayi mendengarkan bila diajak bicara ibunya?

Menurut William Sears, MD, dan Martha Sears, RN, hasil-hasil penelitian mereka membuktikan bahwa bayi memang mendengar ketika diajak bicara ibunya. Dalam buku mereka The Baby Book, Everything You Need to Know about Your Baby from Birth to Age Two, keduanya menulis bahwa cara ibu berbicara pada bayinya memang lebih menentukan dalam berkomunikasi.

“Karena itu, sebenarnya bunda tak perlu cemas tidak akan bisa berkomunikasi dengan anaknya.
Biasanya, cara ibu berbicara diperoleh secara alami. Naluri bunda yang akan mengatakan bagaimana seharusnya ia berbicara dengan anaknya, apakah dengan lambat, lalu kemudian berubah menjadi keras, dan semacamnya,” kata mereka.

Tentu saja, ada juga beberapa kiat berbicara dengan bayi yang diberikan kedua ilmuwan ini, yaitu: - Melihat kepada bayi Anda.Pandanglah mata bayi sebelum bercakap-cakap, dan Anda akan memperoleh perhatian bayi serta mendapat tanggapan yang menghargai.

- Panggil si kecil dengan namanya.Bayi memang belum bisa mengasosiasikan dirinya dengan sebuah nama selama beberapa bulan pertama. Tapi, kalau dia sering dipanggil dengan nama itu, ia akan merasa nama itu istimewa karena telah pernah didengarnya. Jadi, bila bunda memanggilnya, ia akan terbawa perasaan gembira karena mendengar sesuatu yang tidak asing lagi.

- Lakukan dengan sederhana. Pakailah kalimat dengan dua atau tiga kata dan huruf vokal yang pengucapannya diperjelas dan dikeraskan, seperti : “Raafiii anaak baaaaik”. Untuk menyebut diri Anda, gunakan juga kata panggilannya seperti “Mama” dan “Papa”, atau “Bunda” dan “Ayah”, atau “Mum” dan “Dad”.

- Hidupkan suasana.Kalau ada kucing lewat, lambaikan tangan sambil mengatakan, “Dadah Mpus”, supaya bayi Anda mengerti bahwa kegiatan yang sedang dilakukan adalah memberi salam pada kucing. Biasanya, ia akan lebih mudah mengingat kata-kata yang berasosiasi dengan sikap tubuh yang menggambarkannya. Bisa juga Anda lakukan dengan bertepuk tangan bila mengatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan tepuk tangan, atau menjentikkan jari, atau mengacungkan jempol, atau apa saja yang membuat suasana bersama bayi tetap hidup. Punya bayi memang cenderung menuntut Anda lebih cerewet.

- Ajukan pertanyaan.“Rafi mau mandi?” atau “Mau dadah sama Ayah?” adalah bentuk pertanyaan yang secara alami akan memperjelas suara pada akhir kalimat ketika bunda mengharapkan tanggapan dari buah hatinya.

- Berikan umpan balik kepada bayi Anda.Bila bayi merespons, atau ketika ia membuka percakapan dengan ‘senyuman’ bahasa tubuh atau dekutan yang menawan hati, tirulah vokalisasinya dan ulangi kembali. Dengan meniru bahasanya, nilai bayi terhadap hal itu akan bertambah, dan bayi akan terdorong untuk terus menyampaikan maksudnya. Nah, Anda siap untuk melakukan pembicaraan yang menyenangkan dengan sang buah hati. Tak usah ragu dan cemas, percayalah bahwa cara bicara Anda akan lebih menentukan berhasil tidaknya komunikasi ibu-anak. (hannie)

Tahapan bicara bayi


Sebelum khawatir apakah seorang bayi terlambat bicara atau tidak, dr. Tiwi menyusun beberapa tahap bicara yang sebaiknya diperhatikan orangtua:

Usia Kemampuan:

0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau perubahan irama pernapasan atau kecepatan mengisap susu

2-3 bulan Respons bayi dengan memerhatikan dan mendengar orang yang sedang bicara

3-4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya dipanggil

6-9 bulan Babbling, mengerti bila namanya disebut

9-10 bulan Mengerti arti kata “jangan”

10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai berarti, kadang-kadang meniru 2-3 kata. Bayi juga mengerti perintah sederhana seperti “Ayo berikan pada saya”

13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain

16-18 bulan Perbendaharaan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti orang lain

22-24 bulan Perbendaharaan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat dimengerti orang lain

2-2,5 tahun Perbendaharan >400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata, mengerti 2 perintah sederhana sekaligus

3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata; bertanya, bercerita, berhubungan dengan pengalaman, hamper semua dimengerti orang lain

4-5 tahun Kalimat dengan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10


Bunda baru mulai waspada bila:

- Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara yang datang dari belakang atau sampingnya
- Pada usia 10 bulan, bayi tidak merespons bila dipanggil namanya
- Pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata “tidak” atau “jangan”
- Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah ‘duduk’, ‘ke sini’, atau ‘berdiri’
- Pada usia 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian tubuh seperti mulut, hidung, mata atau kuping

Bila hal-hal di atas terjadi, sangat disarankan agar bunda segera berkonsultasi dengan ahli perkembangan anak supaya keterlambatan bicara dapat dideteksi dan ditangani lebih dini. (hannie)

Bedakan bahasa bayi

Kita telah membicarakan mengenai adanya beberapa bahasa bayi, yaitu bahasa reseptif, visual, dan ekspresif. Yang dimaksud orangtua ketika mempertanyakan apakah ‘anakku terlambat berbicara’, sebenarnya lebih mengacu pada bahasa ekspresif. Padahal, sebelumnya bayi mungkin telah melalui tahap bahasa represif dan bahasa visual.

Bahasa visual atau disebut juga “bahasa tubuh” merupakan bahasa bayi atau anak. Bahasa ini tampak sebagai perubahan ekspresi muka atau sikap, yang mencerminkan apakah seorang bayi atau anak dalam keadaan gembira, marah, tidak mau diganggu, atau keadaan yang berhubungan dengan emosi lainnya.

Bahasa visual ini kurang berkembang pada anak-anak yang termasuk golongan spektrum autisme. Bahasa visual ini merupakan salah satu tahapan bicara pada seorang bayi/anak yang dapat dipakai untuk mendeteksi apakah seorang anak terlambat bicara sebelum bahasa ekspresifnya timbul.

Namun begitu, bila insting bunda mengatakan bahwa bayinya terlambat bicara, tak ada salahnya dilakukan konsultasi dengan dokter ahli. Setiap dokter, umumnya tak akan mengabaikan ‘kecurigaan’ orangtua, walau belum tentu bisa dipastikan kebenarannya dalam satu kali pertemuan. Itu sebabnya, dokter mungkin akan meminta orangtua untuk datang kembali 1 atau 3 bulan lagi.

Bahasa-bahasa bayi


Bahasa digunakan dalam rangka pertukaran informasi, di mana di dalamnya terkandung simbol-simbol tertentu yang bisa dilihat. Bahasa bayi dan perkembangannya dapat dilihat seperti di bawah ini:

1. Bahasa reseptif (masa preverbal).
Bahasa ini dimulai dari tangisan pertama sampai bayi dapat melontarkan kata pertama. Bayi memproduksi bahasa prelinguistik yang biasanya sesuai dengan pengasuhnya. Bahasa yang semula dikeluarkan adalah cooing atau suara seperti “vokal” tertentu (seperti “au” atau “u”). Tahap ini biasanya terdengar pada saat bayi berusia 4-6 minggu.

2. Bahasa ekspresif (masa verbal).
Bahasa ini menunjukkan kemampuan bayi untuk mengeluarkan kata-kata yang berarti, seperti kata “mama” atau “papa” dan biasanya terdengar saat bayi berusia 12-18 bulan.

Bahasa visual (dimulai beberapa minggu setelah kelahiran bayi).
Selain kedua bahasa di atas, ada lagi yang disebut bahasa visual. Bahasa ini merupakan bahasa yang dapat dilihat melalui perubahan sikap tubuh atau ekspresi wajah bayi, baik itu dalam keadaan gembira, sedih, marah, ataupun berbagai emosi lainnya.

Bahasa visual yang dapat dilihat pada seorang bayi antara lain:

• Senyum sosial, terjadi pada saat bayi berusia 4-6 minggu.

• Bayi mulai memerhatikan orang dewasa yang sedang bicara dan ketika orang dewasa tersebut berhenti bicara, bayi akan mengeluarkan suara. lagi. Ini merupakan dasar adanya interaksi pada seorang anak, yang merupakan awal tahapan bicara. Hal ini terjadi pada saat bayi berusia 2-3 bulan.

• Bayi terlihat mencari sumber suara bila ada yang mengajaknya bicara, saat ia berusia 4-5 bulan.

• Bayi menikmati permainan seperti “ciluk ba”, saat ia berusia 6-7 bulan. • Bayi mulai menggunakan tangannya untuk melakukan kegiatan sederhana seperti “melambaikan tangan” sebagai ekspresi interaksi sosial, pada saat ia berusia 9 bulan.

• Bayi memperlihatkan keinginannya pada suatu obyek dengan meraih atau menangis bila tidak mendapatkannya. Hal ini terjadi pada usia 9-12 bulan. • Bayi mulai menggunakan jarinya untuk menunjuk benda-benda yang diinginkan, ketika usianya mencapai 12 bulan.

Sungguh ajaib dan begitu indah melihat dan mendengar komunikasi yang ditunjukkan oleh bayi mungil Anda. Sudah selayaknya bila orangtua memiliki pengetahuan tentang kecakapan bayi berkomunikasi sejak dini supaya dapat memahami apa yang ingin disampaikan buah hatinya.

Selain itu, jika ternyata perkembangannya tak sesuai dengan apa yang ditemukan para ahli, maka Anda dapat segera berkonsultasi ke dokter perkembangan anak untuk menanganinya.

Apa saja yang bisa dilakukan orang tua agar bisa menikmati indahnya
bahasa bayi? Tunggu kelanjutannya pada seri Indahnya Bahasa Bayi. (Hannie K).


Cara Ibu Meningkatkan Kekebalan Tubuh Keluarga

Bakteri, virus dan kuman-kuman lainnya mengancam tubuh manusia setiap harinya. Namun ketika suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme menyerang tubuh, sistem imun atau sistem kekebalan tubuh akan meningkatkan sistem pertahanannya dengan memproduksi sejenis protein yang disebut dengan “antibodi” untuk melawan ‘serangan-serangan asing’.

Fungsi dari sistem kekebalan tubuh adalah untuk mencegah berbagai penyakit dengan membinasakan ‘serangan-serangan’ asing ataupun mengupayakan sebuah keamanan dalam tubuh. Dengan begitu, penyakit akan terusir dan tidak sempat memberikan ‘kerusakan’ di dalam tubuh.

Mengingat sedemikian pentingnya sistem kekebalan tubuh tersebut, baik pada anak-anak maupun orang dewasa, sudah selayaknya kita berusaha menjaga dan bahkan meningkatkannya.

Apa saja yang dapat dilakukan seorang ibu untuk meningkatkan sistem imun pada seluruh anggota keluarga?

1. Bila ibu dikaruniai bayi, maka bayi perlu diberi ASI karena kemampuan ASI yang sangat mengagumkan dalam menjaga kekebalan tubuh dan memberi bayi antibodi yang penting untuk melawan penyakit.

2. Bayi atau balita yang sudah tidak mengonsumsi ASI tetap harus diberi susu formula untuk menjaga sistem imunnya.

3. Selalu menyediakan makanan bergizi yang seimbang bagi kebutuhan setiap anggota keluarga, termasuk untuk diri sendiri. Bahan-bahan makanan yang termasuk penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah beta karoten yang terdapat dalam buah dan sayur, serta makanan yang mengandung mineral Zinc.

Beta karoten umumnya terkandung dalam wortel, pepaya, sayuran yang berwarna kemerahan, dan minyak kelapa sawit. Zat tersebut terbukti dapat meningkatkan respons imun, serta tergolong aman bagi tubuh. Bila dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi kebutuhan tubuh, maka kelebihannya akan dibuang melalui urin. Sedangkan Zinc (seng), adalah zat gizi esensial yang termasuk dalam kelompok mikromineral (diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit). Zinc tidak bisa diremehkan peranannya karena tak kurang dari 200 metallo-enzim sangat tergantung padanya.

Dengan kata lain, Zinc sangat berperan dalam hubungannya dengan berbagai penyakit akibat lemahnya pertahanan tubuh. Berdasarkan hasil riset, Zinc amat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik. Defisiensi Zinc diketahui dapat mengurangi daya konsentrasi (mudah mengantuk), mengurangi daya penyembuhan luka, ketajaman organ pengecap, kulit kering dan kasar, dan berat badan turun.

4. Dalam batas tertentu, kita bisa menjaga supaya kekebalan tubuh berfungsi dengan baik melalui cara menghindari hal-hal yang dapat melemahkannya. Bagi anak-anak, kebiasaan sehari-hari yang merugikan sel imun adalah kurang tidur. Karena itu, menyediakan sarana tidur yang nyaman bagi mereka seperti kamar tidur yang sehat, jam tidur yang teratur setiap harinya, dan kesempatan beristirahat setelah melakukan kegiatan bermain atau lainnya, sangat dianjurkan.

5. Untuk orang dewasa, salah satu pemercepat kerusakan daya tahan tubuh adalah jika kadar hormon adrenalin dibiarkan tinggi secara terus-menerus. Maka, upaya menurunkan kadar adrenalin adalah cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini bisa dilakukan dengan tidur dan istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, menghindari stres dan rasa marah, serta menghindari kerja keras yang berlebihan.

6. Seorang ibu juga sebaiknya menghindarkan keluarga dari makanan dan minuman yang dapat mempercepat kematian sel. Di dalam tubuh kita setiap hari ada sel yang mati, yang kemudian digantikan oleh sel baru. Kecepatan penggantian itu dipengaruhi oleh umur dan penyebab-penyebab luar. Lemak yang berlebihan (baik bagi anak maupun orang dewasa), rokok, dan alkohol, adalah unsur-unsur luar yang ikut mempercepat kematian sel-sel tubuh.

Menyediakan lingkungan yang bersih dan aman dengan mengatur kebersihan di dalam rumah, termasuk mengecek ventilasi, dan membiarkan sinar matahari pagi masuk ke rumah. Sebab, bila tidak, ada kemungkinan kuman, virus, atau jamur, berkembang dengan subur.

Sementara itu, jika diberi kesempatan, mereka juga akan mempercepat kematian sel-sel tubuh. Melatih tubuh untuk bertahan, dengan memberikan vaksinasi adalah juga cara untuk meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan virus atau kuman tertentu.

Demam Setelah Imunisasi

Sebagian bayi tidak mengalami efek samping apa pun yang dapat diamati setelah mendapatkan imunisasi. Namun, tak jarang kita mendengar banyak ibu mengeluhkan demam yang diderita buah hatinya setelah imunisasi. Namun, banyak dokter berpendapat bahwa hal ini wajar. Pada buku The Baby Book yang ditulis dr. William Sears disebutkan bahwa demam termasuk reaksi vaksin yang paling umum dan tak perlu dicemaskan. Berikut adalah daftar reaksi-reaksi imunisasi selengkapnya yang tidak perlu dikhawatirkan dan merupakan efek samping yang umum.

Pada buku The Baby Book yang ditulis dr. William Sears disebutkan bahwa demam termasuk reaksi vaksin yang paling umum dan tak perlu dicemaskan. Berikut adalah daftar reaksi-reaksi imunisasi selengkapnya yang tidak perlu dikhawatirkan dan merupakan efek samping yang umum.

1. Demam. Sampai suhu 38,3 derajat Celsius selama 1-2 hari setelah imunisasi bukan hal yang luar biasa dan tak perlu dirisaukan.

2.Merah dan bengkak di lokasi suntikan. Beberapa bayi yang kulitnya peka akan sedikit memerah atau mengalami bengkak ringan. Bahkan, ada juga yang bengkaknya sampai sebesar uang logam. Ini juga wajar.

3.Rewel atau mengantuk. Bayi mungkin memperlihatkan salah satu dari kondisi ekstrim selama 1-2 hari.

4.Bengkak pada lokasi suntikan. Masih wajar bila bunda merasakan ada gumpalan keras berukuran sebutir kelereng selama beberapa bulan. Ini adalah bengkak yang mengalami pengapuran di dalam otot dan tidak berbahaya.

Anda baru mulai khawatir dan segera menghubungi dokter bila ada reaksi serius dari bayi Anda setelah imunisasi, bila:

1.Bayi mengalami demam tinggi sampai 40,6 derajat Celcius.

2.Bayi bersikap ekstrim sekali dan tak dapat dihibur, terus menangis dengan kecenderungan semakin meningkat selama 3 jam atau lebih.

3.Kelesuan. Ini bermakna bahwa bayi Anda sulit dibangunkan dan kurang responsif terhadap rangsangan dibanding biasanya.

4.Kekejangan. Walau sangat jarang terjadi, tapi kekejangan merupakan alasan yang baik untuk segera menghubungi dokter.

Perlu diingat, umumnya dokter yang memberikan imunisasi akan memperingatkan Anda bahwa akan terjadi demam atau bengkak, dan memberikan resep obatnya untuk berjaga-jaga.

Namun, bunda sendiri boleh langsung menanyakan kepada dokter anak yang memberi imunisasi soal reaksi-reaksi yang mungkin terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk menanganinya. (hannie)

Memberi Makan bayi

Teknik memberi makan bayi adalah keahlian yang selayaknya dipelajari oleh ibu-ibu muda, terutama mereka yang baru saja punya bayi. Pasalnya, pemberian makan awal itu juga bisa berpengaruh terhadap kebiasaan anak berikutnya.

Contoh, bila bayi dibesarkan dengan kebiasaan makan di depan televisi, lebih besar kemungkinannya ia juga akan melakukan hal itu ketika sudah lebih besar. Namun jika ia biasa duduk dengan tertib di kursi makannya, peluang ia duduk dengan tertib di meja makan juga lebih besar. Selain itu, bagaimana kebiasaan orangtua dalam pola makan juga akan berpengaruh terhadap kebiasaan si kecil kelak.


Jadi, bagaimana sebaiknya menyuapi bayi dengan benar supaya ia nanti memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik sehubungan dengan kebiasaan makan? Anda bisa menerapkan teknik di bawah ini:


Duduk di depan si kecil ketika menyuapi

Dianjurkan agar Anda memandang mata bayi Anda, ajak bicara, dan pastikan bahwa si kecil sudah siap diberi makan


Konsentrasi pada makanan

Supaya kebiasaan baik yang diadopsi oleh si kecil, sebagai orangtua kita juga harus berusaha membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik ketika makan. Misalnya, dengan mengajak bayi berkonsentrasi pada piring atau mangkuk makannya. Jangan biarkan ia makan sambil menonton TV, atau membiarkan ia bermain dengan mainan di hadapannya ketika makan. Dengan berfokus pada makanannya, si kecil akan berkonsentrasi untuk belajar mengunyah dan menelan dengan baik, sebaik Anda menyuapinya.


Sedikit-sedikit, lama-lama habis

Karena baru mulai belajar makan, biarkan bayi mencoba sedikit demi sedikit dari ujung sendok, supaya ia bisa merasakan rasa makanan di lidahnya dan membiasakan diri dengan rasa itu. Selain itu, dengan mulai sedikit, ia semakin lama akan semakin terampil dalam menelan.


Letakkan makanan langsung di mulut

Apabila bayi sudah mulai merasakan makanan, taruh sedikit makanan di ujung sendok, lalu masukkan makanan itu sampai menyentuh bagian tengah langit-langit mulutnya. Setelah itu, bayi akan menutup mulutnya dan menelan.


Beri minum air putih

Kadang-kadang kita lupa bahwa bayi pun perlu minum selain ASI. Jadi, ketika makan, sediakan secangkir kecil air putih. Beri minum bayi dengan disendoki.


Tidak habis bukan masalah

Pada awal-awal bayi belajar menerima makanan padat, bukan masalah besar bila makanan yang Anda sediakan tidak dihabiskan. Selama ia masih giat menyusu, sebenarnya bayi tidak perlu makan dalam jumlah banyak. Sebab, perutnya pun masih kecil dan belum dapat menampung makanan yang banyak. Para ahli mengira-ngira bahwa anak satu tahun hanya memerlukan satu sendok makan penuh untuk satu kali makan. Namun, semakin ia besar, maka porsinya pun akan semakin bertambah.

Kegiatan Makan Sebagai Pengalaman Belajar

Kegiatan makan, bagi sebagian bunda, kadang-kadang menuntut banyak pengorbanan. Boleh jadi ada teriakan dan jeritan yang terlontar, diselingi air mata yang tumpah, karena anak tak mau makan. Tidak heran kalau saat makan menjadi kegiatan yang meletihkan dan menguras energi.

Memang, seorang ibu diharapkan untuk senantiasa sabar, terutama karena kegiatan makan bukan hanya membuat anak tercukup kebutuhan gizinya, namun kegiatan tersebut juga dapat dijadikan pengalaman belajar bagi anak balita. Pada saat anak mulai bicara, kegiatan makan dapat dijadikan sarana bagi ibu untuk mengajarkan konsep rasa, ekspresi rasa, konsep warna, konsep tekstur, konsep jumlah, dan konsep ukuran. Kesabaran ibu melakukan kegiatan ini dapat mempermudah proses makan serta memperkaya wawasan pengetahuan balita. Inilah konsep yang diadopsi sebagai pengembangan dari konsep yang diperkenalkan oleh Feurstine dan Pnina Klein pada tahun 1983 dan disebut sebagai konsep Mediated Learning Experiences (MLE).

Kedua ahli perkembangan anak itu menegaskan bahwa terjadinya proses belajar diperlukan mediator atau perantara antara anak dengan lingkungannya. Dalam hal kegiatan makan, ibu atau pengasuh bertindak sebagai mediator untuk memperkenalkan berbagai konsep dan fakta yang ditemui anak di dalam lingkungan kehidupannya. MLE ini juga dapat diterapkan ketika kegiatan makan berlangsung. Contohnya adalah ketika memberi makan, ibu dapat memberi informasi mengenai apa yang dimakan, bagaimana rasanya, apa warnanya, berapa jumlahnya, dan sebagainya.

Teknik memberi makan dengan konsep MLE dapat dilakukan dalam 5 tahap, yaitu:

1. Membangkitkan perhatian dan keinginan anak untuk bereaksi Ibu mengajak anak makan dan memberi tanda bahwa waktu makan telah tiba. Untuk menarik perhatian anak, ibu menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal, untuk mengaktifkan penginderaan anak. Misalnya, sambil mengatakan, “Yuk, makan … Bau sosisnya sedap banget, yaaa …” (supaya anak mencium bau makanan). Ibu lalu mengambil piring dan membiarkan anak memegang peralatan makan, makanannya, dan menirukan apa yang dikatakan ibu. Ibu juga menyebutkan nama makanan yang diberikan, rasanya, bentuknya, teksturnya, dan perkuat dengan ekspresi suara atau mimik. Ulangi hal ini beberapa kali.

2. Memberikan makna yang sifatnya afektif terhadap pengalaman
Menyebutkan nama makanan berikut atribut yang menyertainya. Misalnya, “Sayang makan nasi, ya. Enak nih nasinya anget. Mau pake sosis? Kayak bunga, ya, sosisnya? Warna apa sosisnya. O iya, merah … “

3. Menggiring anak berpikir ke masa depan dengan melihat kaitannya dengan masa kini dan masa lalu atau melihat hubungan sebab akibat
Untuk membuat anak mampu melihat kaitan dari apa yang dilakukan saat ini dengan kondisi yang akan terjadi di masa datang adalah membiasakan si kecil melihat hubungan sebab akibat. Misalnya, “Sayang, mamamnya pake sayur, ya. Ini ada bayamnya. Biar sehat, biar nanti nggak gampang sakit kalau senang makan sayur.”

4. Memberikan pujian dan membangkitkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak
Kalau anak makan dengan benar, ibu juga tidak pelit dengan pujian. Misalnya, bila ia telah menghabiskan satu sendok makanan, langsung saja ibu memuji tentang kepandaiannya itu. Apalagi bila makanan bisa dihabiskan dengan rapi, tanpa ada remah-remah. “Pinter banget deh sayangnya Mama, makannya habis, mejanya bersih. Nggak ada yang tumpah karena makannya hati-hati …”

5. Membiasakan anak merencanakan semua kegiatan yang hendak diambil, memperlihatkan bahwa semua tindakan mempunyai pola
Dalam mempersiapkan kegiatan makan, anak hendaknya juga dilibatkan, misalnya ketika mencuci tangan, menyiapkan makanan, sambil bercerita tentang apa yang sedang dilakukan ibu, sampai membereskan meja setelah kegiatan makan usai. Hal ini dilakukan berkali-kali, supaya membentuk kebiasaan dan pola makan yang sehat.

Agar proses pembelajaran menjadi lebih mudah dan situasi menyenangkan, ibu sebaiknya juga mengadakan kontak mata dengan balita. Selain itu, bunda disarankan untuk memiliki rasa empati, mau memberikan kesempatan pada buah hati untuk berbicara, mencoba berbagi perasaan yang menyenangkan, serta mengikuti apa yang menjadi inisitif maupun respons anak. Interaksi ibu atau anak yang intensif saat pemberian makan ini bisa dijadikan sarana untk meningkatkan kemampuan kognitif anak.

Bagaimana halnya bila ibu tidak sempat menyuapi sendiri si anak? Sebenarnya, pengasuh pun dapat berperan menjadi mediator. Tentu, sudah menjadi tugas ibu untuk mendelegasikan peran ini agar pengasuh dapat bertindak sebagai mediator yang baik agar anak memahami kehidupannya, mengajarkan untuk bersikap empati dan giat mengajak anak mengobrol, dan bersikap selayaknya orang dewasa yang mengajari anak dengan sabar.

Perkembangan Bahasa Bayi 15-18 Bulan

Menginjak usia 15-18 bulan, perkembangan bahasa bayi menunjukkan peningkatan. Bunda dapat melihat bahwa kata-kata favorit sang buah hati, semakin bertambah. Menurut William dan Martha Sears dalam The Baby Book, ocehan bayi meningkat dari hanya 10 kata saat berusia 15 bulan, menjadi sekitar 50 kata saat berusia 18-24 bulan. Walaupun begitu, masih juga ada beberapa bunyi yang tidak dapat dimengerti keluar dari mulut bayi.

Kata-kata pertama anak berkembang dari kata-kata yang tak lengkap menjadi kata-kata yang utuh ketika dia melengkapi kata-kata itu menjadi tepat. “Mi” misalnya, akan berubah menjadi “minum”.

Ucapan bayi juga semakin memanjang dari pengucapan satu suku kata menjadi kata-kata yang terucap secara utuh. Walaupun masih salah dan mungkin membuat Anda tertawa, tapi bayi semakin pintar. Contohnya, ia sudah bisa bilang “sudah”. Dulu, ia mungkin menyingkatnya dengan “dah” saja.

Bayi juga terlihat lebih mengikuti percakapan yang terjadi di dekat mereka. Misalnya, Anda meminta suami mengambilkan botol susu anak. Yang terjadi kemudian, bisa jadi ia yang akan mengambilkannya dan memberikannya pada Anda. Pandai sekali, bukan?

Ada beberapa ciri lain yang menunjukkan perkembangan bahasa bayi usia 15-18 bulan, yaitu:

Lebih tanggap terhadap kata-kata tanpa gerak isyarat. Walaupun Anda tidak lagi menunjuk diri sendiri bila ingin mengatakan “Mama mau gendong kamu”, batita Anda sekarang sudah mengerti. Ia akan menghambur ke pelukan Anda dan menunggu dirinya digendong.

Mulai ikut bernyanyi.
Bayi bunda sekarang mulai ikut bersenandung ketika Anda menyanyikan lagu untuknya. Kalau bisa, rekam segera suaranya di kaset sehingga Anda bisa mengabadikan momen penting ini.

Menggerakkan tangan
Batita Anda kini mulai melengkapi dirinya sendiri dengan gerakan tangan. Misalnya, ia akan mengangkat lengan sambil mengatakan, “gendong”. Ia juga bisa menunjukkan isyarat diam berupa ucapan “sssttt” yang dilakukan sambil menempelkan jari telunjuk ke mulut. Kata “tidak” bisa saja ia lontarkan sambil menggeleng-gelengkan kepala yang kaku atau kuat. Bila ia berespons negatif, alisnya terngkat, bibirnya berkerut, wajahnya menunjukkan ekspresi marah, dan jarinya diayunkan ke arah bunda sambil mengatakan “Tidak!”

Ucapan untuk berinteraksi
Batita semakin ahli menamai aktivitas favoritnya setiap hari, khususnya tentang pemberian makan, dan akhirnya dapat meminta makan secara lisan maupun dengan bahasa tubuh. Bayi Anda mungkin menarik blus Anda untuk minta disusui, sambil mengucapkan kata “mimi”. Ia mungkin saja meminta botol seraya menunjuknya. Ia sering mengucapkan salam seperti mengatakan “hayo” (halo) ketika mengangkat telepon yang berdering. Ia bahkan dapat mengejutkan Anda dengan mengucapkan “aci” sebagai pengganti kata “terima kasih”. Banyak kata yang Anda ucapkan ratusan kali sebelumnya akan terdengar kembali dari mulut si mungil.
Anda sendiri mulai berubah
Yang mungkin tidak Anda sadari adalah bahwa pada saat si buah hati mulai berbicara menyerupai orang dewasa, ada kemungkinan Anda juga mengajaknya bicara tidak lagi seperti mengajak bicara bayi. Bunda mungkin mulai berbicara dengan nada normal, karena bayi mulai mengerti hal yang Anda ucapkan tanpa perlu menggunakan nada suara yang ditinggi-tinggikan atau dilengking-lengkingkan. (hannie)

Perkaya Bahasa Batita Anda

Agar komunikasi dengan bayi Anda semakin lancar dan baik, ada baiknya Anda mencoba berbagai kiat yang akan memperkaya kosakata dan perkembangan bahasa si kecil. Tentu saja, naluri Anda sebagai ibu boleh jadi sudah cukup besar tanpa perlu mempelajarinya, namun kiat ini diberikan untuk menambah karagaman usaha Anda.

Lihat dan bicarakan buku bergambar bersama-sama.
Pilihlah buku-buku yang merangsang dan mendorong bayi untuk mengingat nama-nama dengan menunjuk gambar dan mengatakan, “Apa ini?” Asosiasikan tokoh dalam buku dengan karakter yang ada dalam kehidupan nyata. Sewaktu bunda menunjuk gambar pohon di buku, tunjuk juga pohon yang ada di halaman rumah.


Perluaslah kata-kata dan gerak isyarat menjadi sebuah ide.
Jika si kecil menunjuk burung sambil bertanya, jawablah, “Itu namanya burung.” Tambahkan pula, “Burung terbang di langit.” Bunda tak hanya menjawab pertanyaannya, tapi juga memberinya gagasan dan kata yang diasosiasikan. Beri nama sebanyak mungkin pada benda atau orang sambil menambahkan keterangan supaya ia semakin terbiasa mendengar dan mencoba memahami.

Lakukan permainan kata-kata dan menyanyikan lagu dengan menggunakan gaya.
Pelajaran bahasa jadi lebih menyenangkan dengan lagu dan gaya. Anak batita senang sekali melakukan permainan tentang bagian tubuhnya dan mempelajari dengan cepat apa arti jari kakinya setelah melakukan permainan yang berhubungan dengan jari kaki beberapa kali. Bisa juga Anda mengajarkan lagu-lagu seperti “Topi saya bundar” atau “Dua mata saya” dan sebagainya.

Bicarakan tindakan yang sedang Anda lakukan.
Pada bulan-bulan sebelumnya, bunda mungkin sedah memberitahukan kepada si kecil tentang langkah-langkah penggantian popok. Sekarang, mudah untuk merawat anak Anda secara mekanistis, seperti mengganti popok dan memandikannya, tanpa perlu melakukan banyak dialog. Tapi, teruskan obrolannya,” Sekarang kita angkat tangan Ade .. sekarang kita basuh tangan Ade …” dan seterusnya.

Berbicara dengan bayi dalam kalimat tanya.
Anak Anda sepertinya menikmati nada dan intonasi suara ketika Anda atau orang di dekatnya mengajukan pertanyaan. Kalimat tanya menadakan bahwa Anda menerima tanggapan darinya, dan dia biasanya menjawabnya.

Beri pilihan kepada buah hati.
Contoh yang berkaitan dengan hal ini adalah, “Rafi, kamu mau apel atau jeruk?” Hal ini akan mendorongnya untuk menjawab dan merangsangnya untuk mengambil keputusan, selain mengingatkannya untuk membedakan dua buah benda.

Lakukan kontak mada dan sebut bayi Anda dengan namanya.
Tatapan secara intensif ke mata bayi yang selalu bertanya-tanya dapat mempertahankan perhatiannya. Kemampuan untuk merasa nyaman dalam melakukan kontak mata adalah latihan pengayaan bahasa yang akan menguntung si kecil seumur hidupnya. Juga, panggil selalu namanya sebagai salah satu pelajaran bahasa yang berhubungan dengan sosialisasi. Hal ini mengajarkan kepadanya untuk menggunakan nama ketika berbicara dengan orang lain.

Perbaiki ucapan bayi dengan tenang.
Tujuan utama dari bahasa anak bayi adalah untuk mengomunikasikan ide, bukan kata-kata. Sebagian besar omongan anak mungkin belum dapat ditangkap ketika ia berusia kurang dari dua tahun. Adalah penting bagi anak batita untuk berbicara dalam bahasa bayi dan bereksperimen dengan suaranya tanpa campur tangan pihak lain untuk menyempurnakannya. Bila Anda merasa bahwa buah hati Anda memiliki masalah dengan kata-kata tertentu, Anda harus berusaha untuk sering kali mengulangi suara itu, dan tingkatkan motivasi anak Anda untuk menirukannya.

ASI Mengurangi Resiko Alergi

Pada bayi, penyakit alergi yang paling mendapat perhatian serius selain alergi susu sapi adalah dermatitis atopik atau kemerahan (rash) pada kulit karena faktor makanan atau suhu. Penyakit dermatitis atopik ini sangat umum terjadi pada bayi.

Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Saarinen pada tahun 1979 membuktikan bahwa pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan si bayi, dapat menurunkan insiden dermatitis atopik bahkan sampai si kecil berusia 3 tahun.

Lebih jauh penelitian ini menunjukan bayi yang mendapat ASI ekslusif, kemungkinan menderita reccurent (pengulangan serangan alergi) lebih rendah dibanding bayi yang tidak mendapat ASI
 

wall-boa-2

wal-abpras-1